Jumat, 21 Desember 2012

Sentralisasi dan Desentralisasi



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan “baik” dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Di Indonesia sejak tahun 1998   hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah “melepaskan diri sebesarnya dari pusat” bukan “membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah”.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua “sasi” itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. Masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal.

1.2  Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui pengertian sentralisasi dan desentralisasi
b.      Untuk mengetahui dampak positif maupun negatif sentralisasi dan desentrslisasi
c.       Untuk mengetahui konsep sentralisasi dan desentralisasi
d.      Dapat dijadikan bahan perbandingan dan bahan acuan bagi penulis yang meneliti masalah sejenis














BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Istilah dan Pengertian Sentralisasi
 Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.
          
Dewasa ini, urusan- urusan yang bersifat sentral adalah :
§  Luar Negeri
§  Peradilan
§  Hankam
§  Moneter dalam arti mencetak uang, menentukan nilai uang, dan sebagainya
§  Pemerintahan Umum

2.2  Istilah dan Pengertian Desentralisasi
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia
Desentralisasidi bidang pemerintahan adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah Pusat kepada satuan organisasi pemerintahan di wilayah untuk meyelenggarakan segenap kepentingan setempat dari sekelompok penduduk yang mendiami wilayah tersebut.
Dengan demikian, prakarsa, wewenang,dan tanggung jawab mengenai urusan yang diserahkan pusat menjadi tanggung jawab daerah , baik mengenai politik pelaksanaannya, perencanaan, dan pelaksanaannya maupun mengenai segi pembiayaannya. Perangkat pelaksananya adalah perangkat daerah itu sendiri.
Desentralisasi juga dapat diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab, kewenangan, dan sumber-sumber daya (dana, manusia dll) dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Menurut UU Nomor 5 Tahun 1974, desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintah dari pusat kepada daerah. Pelimpahan wewenang kepada Pemerintahan Daerah, semata- mata untuk mencapai suatu pemerintahan yang efisien.
Tujuan dari desentralisasi adalah :
1. Mencegah pemusatan keuangan;
2. Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan.
3. Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga dapat lebih realistis.

Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu:
·      Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
·      Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
·      Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri. Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
·      Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.
2.3  Hakekat Sentralisasi dan Desentralisasi
 Dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Perubahan atas PP No 6/2005 tentang pemilihan dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah membawa Indonesia pada titik di mana masalah peran pusat dan daerah masuk kembali pada wacana publik. Sentralisasi dan desentralisasi sebagai bentuk penyelenggaraan negara adalah persoalan pembagian sumber daya dan wewenang. Pembahasan masalah ini sebelum tahun 1980-an terbatas pada titik perimbangan sumber daya dan wewenang yang ada pada pemerintah pusat dan pemerintahan di bawahnya. Dan tujuan "baik" dari perimbangan ini adalah pelayanan negara terhadap masyarakat.
Seperti telah diketahui, pemahaman dan tujuan "baik" semacam itu sudah dipandang ketinggalan zaman. Saat ini desentralisasi dikaitkan pertanyaan apakah prosesnya cukup akuntabel untuk menjamin kesejahteraan masyarakat lokal. Semata birokrasi untuk pelayanan tidak cukup untuk menjamin kesejahteraan masyarakat, bahkan sering merupakan medium untuk melencengkan sumber daya publik. Kontrol internal lembaga negara sering tak mampu mencegah berbagai macam pelanggaran yang dilakukan pejabat negara.
 Di Indonesia sejak tahun 1998 hingga baru-baru ini, pandangan politik yang dianggap tepat dalam wacana publik adalah bahwa desentralisasi merupakan jalan yang meyakinkan, yang akan menguntungkan daerah. Pandangan ini diciptakan oleh pengalaman sejarah selama masa Orde Baru di mana sentralisme membawa banyak akibat merugikan bagi daerah. Sayang, situasi ini mengecilkan kesempatan dikembangkannya suatu diskusi yang sehat bagaimana sebaiknya desentralisasi dikembangkan di Indonesia. Jiwa desentralisasi di Indonesia adalah "melepaskan diri sebesarnya dari pusat" bukan "membagi tanggung jawab kesejahteraan daerah".  Karena takut dianggap tidak politically correct, banyak orang enggan membahas peran pusat dan daerah secara kritis. Kini sudah saatnya proses pembahasan dibuka kembali dengan mempertimbangkan fakta-fakta secara lebih jujur.
Sentralisasi dan desentralisasi tidak boleh ditetapkan sebagai suatu proses satu arah dengan tujuan pasti. Pertama- tama, kedua "sasi" itu adalah masalah perimbangan. Artinya, peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan selalu merupakan dua hal yang dibutuhkan. Tak ada rumusan ideal perimbangan. Selain proses politik yang sukar ditentukan, seharusnya ukuran yang paling sah adalah argumen mana yang terbaik bagi masyarakat. Kedua, batas antara pusat dan daerah tidak selalu jelas. Kepentingan di daerah bisa terbelah antara para elite penyelenggara negara dan masyarakat lokal. Adalah mungkin pemerintah pusat memainkan peran menguatkan masyarakat lokal dalam menghadapi kesewenangan kekuasaan. Ketiga, dalam suatu masyarakat yang berubah, tanggung jawab pusat maupun daerah akan terus berubah pula.
 Dalam penyelenggaraan negara selalu ada aspek dan definisi baru tentang peran pusat dan daerah. Misalnya, globalisasi akan meningkatkan kembali campur tangan pusat di daerah di sisi-sisi tertentu. Karena itu, desentralisasi dan sentralisasi dapat terjadi bersamaan pada aspek-aspek berbeda. Pusat mempunyai kecenderungan untuk mendorong sentralisasi karena berbagai alasan. Untuk alasan "negatif" dapat disebut alasan seperti kontrol sumber daya dan menjadikan daerah sebagai sapi perah. Namun, ada alasan-alasan yang dapat bersifat "positif", seperti kestabilan politik dan ekonomi, menjaga batas kesenjangan agar tidak terlalu buruk, dan mendorong program secara cepat. Harus diingat, dalam banyak negara, termasuk Indonesia, pusat mempunyai sumber daya manajerial, kecakapan lebih banyak dalam berinteraksi secara global, dan ada pada domain di mana pengaruh etik pembangunan yang diterima secara internasional. Pemerintah pusat juga berada pada hot spot proses politik. Adalah lebih mungkin terjadi situasi di mana pemerintah di bawah tekanan jika kekuatan masyarakat sipil bersatu.
Bagaimana hal-hal itu dapat menghasilkan sesuatu yang positif atau negatif tergantung pada situasinya. Pertama yang penting adalah legitimasi politik pemerintah pusat. Secara sederhana, harus dibedakan antara legitimasi terhadap para pemimpin di tingkat nasional dan legitimasi terhadap birokrasi. Pemerintah pusat sering harus mengandalkan birokrasi untuk programnya terhadap daerah. Kepopuleran individu selalu tidak bertahan lama dan dapat segera dirusak oleh ketidakmampuan memperbaiki mutu birokrasi. Di Indonesia, birokrasi yang sebenarnya memiliki kompetensi dan orientasi lumayan pada awal reformasi kini mulai dibelokkan kekuatan politik partai dan kelompok. Penyelenggara negara di tingkat pusat terdiri dari beberapa partai politik. Kombinasi antara partai politik yang hampir seluruhnya punya masalah akuntabilitas dan sistem politik representasi (oleh partai politik yang dapat dikatakan sama di DPRD) yang tidak akuntabel di tingkat lokal membuat masyarakat lokal tidak mudah memercayai "pusat". Jika ingin memperbaikinya, pemerintah pusat harus mampu membuat standar akuntabilitas sendiri agar mendapat dukungan masyarakat lokal. Indonesia kini mulai mengalami apatisme terhadap desentralisasi. Situasi ini bisa dimanfaatkan pemerintah pusat untuk melakukan perubahan di tingkat daerah. Kasus Argentina dan Brasil yang bersifat federalis menunjukkan jatuhnya legitimasi para elite politik lokal memberikan kesempatan kepada elite nasional untuk melakukan resentralisasi di bidang ekonomi untuk bidang- bidang tertentu. Kedua pemerintahan banyak menggunakan struktur internal (birokrasi) untuk mengubah arah, tanpa terlalu banyak berurusan dengan struktur politik yang ada.
Kembali kepada persoalan awal, masalah sentralisasi dan desentralisasi bukan lagi dipandang sebagai persoalan penyelenggara negara saja. Pada akhirnya kekuatan suatu bangsa harus diletakkan pada masyarakatnya. Saat ini di banyak wilayah, politik lokal dikuasai selain oleh orang-orang partai politik juga kelompok-kelompok yang menjalankan prinsip bertentangan dengan pencapaian tujuan kesejahteraan umum. Kekuatan kelompok pro pembaruan lemah di banyak daerah dan langsung harus berhadapan dengan kekuatan-kekuatan politik lokal dengan kepentingan sempit. Pemerintah pusat seharusnya memperkuat elemen masyarakat untuk berhadapan dengan kekuatan tadi. Sebagai contoh, KPU daerah diberi wewenang untuk merekomendasikan penghentian pilkada, bukan melalui gubernur dan DPRD. Namun, sebagai institusi KPU daerah harus diperkuat secara institusional dan organisatoris. Meskipun pemerintah pusat mungkin tidak diharapkan untuk ikut mendorong perubahan sistem politik yang ada sekarang, perbaikan penegakan hukum di daerah-daerah sangat membantu kekuatan masyarakat pro perubahan.
Birokrasi sekali lagi adalah alat pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan daerah. Birokrasi, jika dirancang secara sungguh-sungguh, bisa berperan sebagai alat merasionalisasikan masyarakat. Pemerintah pusat, misalnya, membantu pemerintah daerah dalam mendesain pelayanan publik yang akuntabel. Pemerintah daerah sering pada situasi terlalu terpengaruh dengan kepentingan perpolitikan lokal. Terakhir yang tidak kalah pentingnya adalah representasi persoalan daerah di tingkat pusat. Sekarang ini sistem perwakilan daerah yang ada baik di DPR maupun asosiasi bersifat elitis. Tetap yang berlaku antara hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Persoalan daerah harus ditangani oleh sesuatu badan yang lebih independen dari kepentingan yang ada di pusat dan daerah. Badan ini seharusnya mampu membahas apa peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang paling diperlukan untuk kesejahteraan daerah. Perlu dipikirkan suatu badan yang otoritatif untuk membuat advokasi, rekomendasi kebijakan, dan pemonitoran yang mewakili orang-orang kompeten baik unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah, maupun masyarakat.

2.4  Dampak Positif dan Negatif Sentralisasi
a)   Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat.
b)   Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia.
c)    Segi Keamanan dan Politik
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain. Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Sedangkan dampak negatifnya adalah terjadinya kemandulan dalam diri daerah karena hanya terus bergantung pada keputusan yang di berikan oleh pusat. Selain itu, waktu yang dihabiskan untuk menghasilkan suatu keputusan atau kebijakan memakan waktu yang lama dan menyebabkan realisasi dari keputusan tersebut terhambat, dan pemerintah pusat begitu dominan dalam menggerakkan seluruh aktivitas negara. Dominasi pemerintah pusat terhadap pemerintah daerah telah menghilangkan eksistensi daerah sebagai tatanan pemerintahan lokal yang memiliki keunikan dinamika sosial budaya tersendiri, keadaan ini dalam jangka waktu yang panjang mengakibatkan ketergantungan kepada pemerintah pusat yang pada akhirnya mematikan kreasi dan inisiatif lokal untuk membangun lokalitasnya.


2.5  Dampak Positif dan Negatif Desentralisasi
·      Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat. Seperti yang diberitakan pada majalah Tempo Januari 2003 “Desentralisasi: Menuju Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Berbasis Komunitas Lokal”. Tetapi, penerapan sistem ini membukan peluang yang sebesar-besarnya bagi pejabat daerah (pejabat yang tidak benar) untuk melalukan praktek KKN. Seperti yang dimuat pada majalah Tempo Kamis 4 November 2004 (www.tempointeraktif.com) “Desentralisasi Korupsi Melalui Otonomi Daerah”.
“Setelah Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, resmi menjadi tersangka korupsi pembelian genset senilai Rp 30 miliar, lalu giliran Gubernur Sumatera Barat Zainal Bakar resmi sebagai tersangka kasus korupsi anggaran dewan dalam APBD 2002 sebesar Rp 6,4 miliar, oleh Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Dua kasus korupsi menyangkut gubernur ini, masih ditambah hujan kasus korupsi yang menyangkut puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di berbagai wilayah di Indonesia, dengan modus mirip: menyelewengkan APBD”.
Berikut ini beberapa modus korupsi di daerah :
1. Korupsi Pengadaan Barang dengan modus :
a. Penggelembungan (mark up) nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor dalam proses tender.
2. Penghapusan barang inventaris dan aset negara (tanah) dengan modus :
a. Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
b. Menjual inventaris kantor untuk kepentingan pribadi.
3. Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji, keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
     Modus : Memungut biaya tambahan di luar ketentuan resmi.
4. Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi (sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo) dengan modus :
a. Pemotongan dana bantuan sosial.
b. Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5. Bantuan fiktif
Dengan modus membuat surat permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
6. Penyelewengan dana proyek dengan modus :
a. Mengambil dana proyek pemerintah di luar ketentuan resmi.
b. Memotong dana proyek tanpa sepengtahuan orang lain.
7. Proyek fiktif fisik
Dengan Modus dana dialokasikan dalam laporan resmi, tetapi secara fisik proyek itu nihil.
8. Manipulasi hasil penerimaan penjualan, penerimaan pajak, retribusi dan iuran dengan modus :
a. Jumlah riil penerimaan penjualan, pajak tidak dilaporkan.
b. Penetapan target penerimaan.

·      Segi Sosial Budaya
        Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut.
Sedangkan dampak negatif dari desentralisasi pada segi sosial budaya adalah masing- masing daerah berlomba-lomba untuk menonjolkan kebudayaannya masing-masing. Sehingga, secara tidak langsung ikut melunturkan kesatuan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri.




·      Segi Keamanan dan Politik
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah. Sebagaimana pada artiket Asian Report 18 juli 2003 ”Mengatur Desentralisasi Dan Konflik Disulawesi Selatan”
”……………..Indonesia memindahkan kekuasaannya yang luas ke kabupaten-kabupaten dan kota-kota – tingkat kedua pemerintahan daerah sesudah provinsi – diikuti dengan pemindahan fiskal cukup banyak dari pusat. Peraturan yang mendasari desentralisasi juga memperbolehkan penciptaan kawasan baru dengan cara pemekaran atau penggabungan unit-unit administratif yang eksis. Prakteknya, proses yang dikenal sebagai pemekaran tersebut berarti tidak bergabung tetapi merupakan pemecahan secara administratif dan penciptaan beberapa provinsi baru serta hampir 100 kabupaten baru.
 Dengan beberapa dari kabupaten itu menggambarkan garis etnis dan meningkatnya ekonomi yang cepat bagi politik daerah, ada ketakutan akan terjadi konflik baru dalam soal tanah, sumber daya atau perbatasan dan adanya politisi lokal yang memanipulasi ketegangan untuk kepentingan personal. Namun begitu, proses desentralisasi juga telah meningkatkan prospek pencegahan dan manajemen konflik yang lebih baik melalui munculnya pemerintahan lokal yang lebih dipercaya……..”
Dibidang politik, dampak positif yang didapat melalui desentralisasi adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat

2.6  Konsep Sentralisasi Pendidikan
Sentralisasi adalah seluruh wewenang terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah digariskan menurut Undang-Undang. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi. Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah. Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal menjadi lebih lama. Indonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, serba keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat tingkat relevansinya bagi kehidupan anak dan lingkungannya. Konsekuensinya, posisi dan peran siswa cenderung dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :
·      Totaliterisme penyelenggaraan pendidikan
·      Keseragaman manajemen, sejak dalam aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan sekolah dan pembelajaran.
·      Keseragaman pola pembudayaan masyarakat
·      Melemahnya kebudayaan daerah
·      Kualitas manusia yang robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.
Dengan demikian, sebagai dampak sistem pendidikan sentralistik, maka upaya mewujudkan pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri, bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan impati, memiliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.

2.7  Konsep Desentralisasi
Desentralisasi di Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995. Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom.
Beberapa alasan yang mendasari perlunya desentralisasi :
·       Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah secara lebih luas
·       Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi
·       Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehingga dapat meningkatkan efisiensi
·       Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal
·       Mengakomodasi kepentingan politik
·       Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :
Ø Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan pendidikan
Ø Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan. Dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan pendidikan dari pemerintah pusat ke daerah otonom, yang menempatkan kabupaten/kota sebagai sentra desentralisasi.
Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat.
Dari beberapa pengalaman di negara lain, kegagalan desentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :
1.    Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desentralisasi memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.
2.    Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan daerah.
3.    Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.
4.    Sumber daya manusia yang belum memadai.
5.    Kapasitas manajemen daerah yang belum memadai.
6.    Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.
7.    Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.
Selain dampak negatif tentu saja desentralisasi pendidikan juga telah membuktikan keberhasilannya antara lain,
1.    Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.
2.    Mampu membangun partisipasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan yang relevan, karena pendidikan benar-benar dari oleh dan untuk masyarakat.
3.    Mampu menyelenggarakan pendidikan dengan memfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
2.8  Manajemen Berbasis Sekolah
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school-based management. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan relevansi pendidikan dengan tuntutan dan perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap dengan kebutuhan setempat.
Kewenangan yang bertumpu pada sekolah merupakan inti dari MBS yang dipandang memiliki tingkat efektivitas tinggi serta memberikan beberapa keuntungan sebagai berikut.
1)   Kebijakan dan kewenangan sekolah membawa pengaruh langsung kepada peserta didik, orang tua dan guru.
2)   Bertujuan bagaimana memanfaatkan sumber daya lokal
3)   Efektif dalam melakukan pembinaan peserta didik seperti kehadiran, hasil belajar, tingkat pengulangan, tingkat putus sekolah, moral guru, dan iklim sekolah.
4)   Adanya perhatian bersama untuk mengambil keputusan, memberdayakan guru, manajemen sekolah, rancang ulang sekolah, dan perubahan perencanaan.
a.    Tujuan MBS
MBS yang ditandai dengan otonomi sekolah dan pelibatan masyarakat merupakan respon pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul di masyarakat, bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan pemerataan pendidikan. Peningkatan efisiensi antara lain diperoleh melalui keleluasaan mengelola sumber daya partisipasi masyarakat dan penyederhanaan birokrasi. Sementara peningkatan mutu dapat diperoleh antara lain melalui partisipasi orang tua terhadap sekolah, fleksibilitas pengelolaan sekolah dan kelas, peningkatan profesionalisme guru dan kepala sekolah, berlakunya sistem insentif dan disinsentif. Peningkatan pemerataan antara lain diperoleh melalui peningkatan partisipasi masyarakat yang memungkinkan pemerintah lebih berkonsentrasi pada kelompok tertentu.
b.   Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, disertai seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang memberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategis MBS sesuai dengan kondisi setempat, sekolah dapat lebih meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas. Selain itu, MBS mendorong profesionalisme guru dan kepala sekolah sebagai pemimpin pendidikan di sekolah.
c.    Prinsip MBS
Menurut Usman (2009:624), prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan MBS antara lain:
1.      Komitmen, kepala sekolah dan warga sekolah harus mempunyai komitmen yang kuat dalam upaya menggerakkan semua warga sekolah untuk ber-MBS
2.      Kesiapan, semua warga sekolah harus siap fisik dan mental untuk ber-MBS.
3.      Keterlibatan, pendidikan yang efektif melibatkan semua pihak dalam mendidik anak.
4.      Kelembagaan, sekolah sebagai lembaga adalah unit terpenting bagi pendidikan yang efektif.
5.      Keputusan, segala keputusan sekolah dibuat oleh pihak yang mengerti tentang pendidikan
6.      Kesadaran, guru-guru harus memiliki kesadaran untuk membantu dalam pembuatan keputusan program pendidikan dan kurikulum
7.      Kemandirian, sekolah harus diberi otonomi sehingga memiliki kemandirian dalam membuat keputusan pengalokasian dana.
8.      Ketahanan, perubahan akan bertahan lebih lama apabila melibatkan stake holder sekolah.
        Menurut Usman (2009:629), indikator bahwa MBS sudah berhasil di sekolah ditunjukkan oleh beberapa hal:
1.      Adanya kemandirian sekolah yang kuat
2.      Adanya kemitraan sekolah yang efektif
3.      Adanya partisipasi yang kuat dari masyarakat
4.      Adanya keterbukaan yang bertanggung jawab dan meluas dari pihak sekolah dan masyarakat
5.      Adanya akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan oleh sekolah.

2.9  Pedoman Pengawasan Penyelenggaraan  Pemerintahan Daerah Tahun 2011
A.  Umum
1.    Dalam Bab III Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pada prinsipnya menegaskan bahwa esensi otonomi sebagai kewenangan untuk mengatur dalam arti membuat regulasi di daerah dan mengurus dalam arti mengelola urusan oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah, sehingga perlu dibina dan diawasi oleh Pemerintah.
2.    Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah Pusat telah memberikan kepada Pemerintah Daerah untuk melaksanakan azas-azas pemerintahan dengan prinsip demokrasi, keadilan, pemerataan, keistimewaan, kekhususan, memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah, serta partisipasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prinsip-prinsip  tersebut telah membuka peluang dan kesempatan yang sangat luas kepada daerah otonom untuk melaksanakan kewenangannya secara mandiri, luas, nyata, dan bertanggungjawab dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan mutu pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat serta daya saing daerah. Pelaksanaan Otonomi tersebut memerlukan pengawasan agar selalu berada dalam koridor pencapaian tujuan otonomi daerah.
3.    Pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan dengan tetap memperhatikan asas sentralisasi dan desentralisasi secara bersama-sama, dengan penekanan yang bergeser secara dinamis dari waktu ke waktu dengan penjaminan eksistensi sistem pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh  Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
4.    Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pengawasan, Pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggaraan pemerintahan daerah apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran.



B.  Pokok-Pokok Kebijakan
1.    Penajaman prioritas dan penambahan obyek serta sasaran pemeriksaan sesuai dengan penguatan pengawasan bidang Pemerintahan Dalam Negeri, terutama arah kebijakan politik (political will) Pemerintah Pusat yaitu menitikberatkan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme.
2.    Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan keamanan nasional adalah salah satu prioritas pembangunan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Kementerian Dalam Negeri Tahun 2011.
3.    Menjamin agar pemerintahan daerah berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.    Pengawasan dilakukan terhadap Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah, yang meliputi :
a.    Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Provinsi terdiri atas pelaksanaan urusan pemerintahan daerah yang bersifat wajib dan pilihan serta urusan pemerintahan menurut azas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
b.    Pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah Kabupaten/Kota terdiri atas pelaksanaan urusan Pemerintahan di daerah yang bersifat wajib dan pilihan serta urusan pemerintahan menurut Tugas Pembantuan.
c.    Pelaksanaan urusan pemerintahan di desa yang terdiri atas pelaksanaan administrasi pemerintahan desa dan urusan pemerintahan desa.
5.    Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah yang meliputi Inspektorat Jenderal Kementerian, Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, Inspektorat Provinsi, dan Inspektorat Kabupaten/Kota sesuai fungsi dan kewenangannya.
6.    Tugas Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat dalam melaksanakan koordinasi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang serta Kedudukan Keuangan Gubernur Selaku Wakil Pemerintah di Wilayah Provinsi adalah :
·         melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah Provinsi;
·         melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya; dan
·         melakukan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah Provinsi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang ada di wilayahnya.
7.    Mengedepankan komunikasi yang intensif dalam pelaksanaan proses pengawasan antar Aparat Pengawas Intern Pemerintah dan obyek pemeriksaan.
8.    Pengawasan terhadap sistem pengendalian internal, diarahkan untuk mendapatkan keyakinan yang wajar terhadap efektivitas dan efisiensi organisasi, keandalan pelaporan keuangan, dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
9.    Untuk mewujudkan integrasi kebijakan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah, maka :
·      Pembinaan Aparat Pengawas Intern Pemerintah dilakukan secara terus menerus (series of actions and on going basis).
·      Diperlukan perubahan pola pikir (mind set) Aparat Pengawas Intern Pemerintah sebagai pemberi peringatan dini (early warning) terhadap temuan pelanggaran atau penyimpangan yang berindikasi korupsi, kolusi dan nepotisme.
10.  Pemeriksaan terhadap Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaaan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagaimana tercantum dalam Loan Agreement antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Bank Dunia, untuk tahun 2011 dilakukan langkah-langkah :
·      BPKP akan melibatkan Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pemeriksaan program PNPM Mandiri Perdesaan, dengan anggaran yang bersumber dari APBN Kementerian Dalam Negeri.
·      Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/kota berkewajiban membina Satuan Kerja pengelola PNPM Mandiri Perdesaan untuk :
1)   menyusun Laporan Keuangan sesuai Sistem Akuntansi Instansi (SAI);
2)   menyampaikan Laporan Keuangan dan Aset kepada Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kementerian Dalam Negeri selaku instansi pembina; dan
3)   menerbitkan pencatatan dan pemeliharaan aset hasil PNPM, antara lain melalui permintaan hibah aset kepada instansi pembina.
11.    Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme, maka pengawasan dilakukan secara efektif, efisien, preventif dan berkelanjutan antar Aparat Pengawas Intern Pemerintah dan tidak terbatas pada satu tahun anggaran.
12.    Inspektorat Khusus Kementerian melaksanakan pemeriksaan, pengusutan dan pengujian terhadap kasus dan pengaduan yang bersifat khusus dan strategis atas penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementerian dan/atau penyelenggaraan pemerintahan daerah.
13.    Pemeriksaan Khusus dalam rangka berakhirnya Masa Jabatan Kepala Daerah dan Penjabat Kepala Daerah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri pada Pemerintah Provinsi dan oleh Inspektorat Provinsi pada Pemerintah Kabupaten/Kota.
14.    Aparat Pengawas Fungsional Pemerintah, sesuai dengan sumber anggarannya, dapat melakukan pengawasan terhadap :
·  Pengelolaan Dana Otonomi Khusus, yaitu untuk mengetahui sejauhmana pengelolaan dan pemanfaatan dana tersebut, pencapaian tujuan program/sasaran serta mengindentifikasikan indikasi yang mengarah pada praktek korupsi, kolusi dan nepotisme; dan
·  Optimalisasi Penerimaan Negara baik Penerimaan Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
15.    Pemeriksaan serentak (pemtak) dilakukan dalam rangka tujuan tertentu atas perintah dan/atau permintaan pejabat berwenang, antara lain pemeriksaan terhadap laporan pertanggungjawaban penggunaan dana Pemilukada dan Evaluasi Laporan Kinerja Instansi Pemerintah serta Reviu Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
16.    Pelaksanaan pemeriksaan keuangan (financial audit) pada pemerintahan daerah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Aparat Pengawas Fungsional Pemerintah Daerah.
17.    Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Aparat Pengawas Fungsional merupakan dokumen rahasia negara, tidak dapat dipublikasikan/diinformasikan kepada pihak manapun, sebelum mendapatkan persetujuan dari pihak yang berwenang.
18.    Inspektur Provinsi dan Kabupaten/Kota dapat bertindak untuk dan atas nama Kepala Daerah di dalam melakukan pemanggilan pemeriksaan terhadap aparat Satuan Kerja Perangkat Daerah dalam pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan daerah.
19.    Dalam rangka menciptakan akuntabilitas keuangan dan mendukung program pemberantasan korupsi, Pemerintah Daerah diharuskan mengalokasikan anggaran yang memadai dan meningkat setiap tahunnya  guna mendukung peran dan fungsi pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal tersebut dilaksanakan dengan prasyarat kredit anggarannya tidak lebih kecil dari tahun anggaran berjalan, alokasi anggaran tersebut diantaranya dapat dimanfaatkan untuk :
a.    Tunjangan Kelangkaan Profesi;
b.    Satuan Biaya Khusus bagi pengawasan;
c.    Peningkatan Sumber Daya Manusia bidang Pengawasan;
d.   Penanganan pengaduan; dan
e.    Pemeriksaan dengan tujuan tertentu atau atas permintaan.
20.    Bagi Inspektorat Jenderal Kementerian dan Unit Pengawasan Lembaga Pemerintah Non Kementerian dalam melakukan pengawasan, memperhatikan aspek-aspek :
·      Pemeriksaan dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang bersumber dari APBN baik berupa rupiah murni maupun bersumber dari PHLN, yang dilakukan oleh aparat pengawas sesuai dengan Loan Agreement, atau adanya kesepakatan lebih lanjut.
·      Koordinasi dan Sinkronisasi, dalam rangka sinkronisasi jadwal pemeriksaan/PKPT pada Pemerintah Daerah, sebelum melakukan pemeriksaan kegiatan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman dan Hibah Luar Negeri serta pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, terlebih dahulu berkoordinasi dengan Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota agar tidak terjadi tumpang tindih pengawasan.
·      Program Kerja Pengawasan Tahunan untuk program/kegiatan Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan dibahas dalam Rapat Koordinasi Pengawasan     di Daerah (Rakorwasda) untuk disepakati jadwal waktu, personil pengawas, sumber biaya dan lingkup pengawasan.
·      Pelaporan hasil pemeriksaan selain ditujukan kepada obyek pemeriksaan yang bersangkutan juga disampaikan tembusan kepada Gubernur dan Bupati/Walikota serta Inspektorat Provinsi dan Kabupaten/Kota terkait, untuk kepentingan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan, Pinjaman dan Hibah Luar Negeri dan pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah, serta tindak lanjut hasil pemeriksaan.

C.  Ruang Lingkup Pengawasan
Ruang lingkup pengawasan, terdiri atas :
1.      Pengawasan administrasi umum pemerintahan meliputi :
a.    Kebijakan daerah
b.   Kelembagaan
c.    Pegawai daerah
d.   Keuangan daerah (kebijakan anggaran); dan
e.    Barang daerah.
2.         Pengawasan urusan pemerintahan meliputi :
a.    Urusan Wajib; dan
b.   Urusan Pilihan.
3.         Pengawasan lainnya, meliputi :
a.    Dana Dekonsentrasi
b.   Tugas Pembantuan
c.    Reviu atas Laporan Keuangan; dan
d.   Kebijakan Pinjaman Hibah Luar Negeri.

D.     Obyek Pengawasan
1.   Sasaran Pemeriksaan Rencana Pengawasan Tahunan (RPT) yang dituangkan dalam Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) Tahun 2011, dengan obyek pemeriksaan sebagai berikut :
a.    Obyek Pemeriksaan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri terdiri atas :
1)        Seluruh komponen di lingkungan Kementerian Dalam Negeri.
2)        Di lingkungan Provinsi, meliputi :
a.    Bidang Pemerintahan, terdiri dari SKPD Provinsi yang menangani/membidangi :
·      Pemerintahan, Organisasi, Kesekretariatan DPRD
·      Politik, Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
·      Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
·      Hukum
·      Keuangan, Kas Daerah dan Pendapatan Daerah
·      Batas daerah provinsi; dan
·      Kantor Satuan Polisi Pamong Praja.
b.      Bidang Pembangunan, terdiri dari SKPD Provinsi yang menangani/membidangi :
·      Administrasi Pembangunan
·      Perencanaan Pembangunan/Rencana Tata Ruang Wilayah
·      Aset, Perlengkapan dan Barang Daerah; dan
·      Kantor Pemadam Kebakaran.
c.    Bidang Kemasyarakatan, terdiri dari SKPD Provinsi yang menangani/membidangi :
·      Pemberdayaan Masyarakat Desa; dan
·      Kependudukan dan Catatan Sipil.

.
d.   Obyek Pemeriksaan Inspektorat Provinsi meliputi :
·      Semua SKPD di lingkungan Pemerintah Provinsi
·      Perusahaan Daerah, apabila Kepemilikan/Pengelolaan masih dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi
·      SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota terkait dengan kedudukan Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, yaitu :
e.    Bidang Pemerintahan, meliputi SKPD Kabupaten/Kota yang menangani/membidangi :
·      Pemerintahan, Organisasi dan Kesekretariatan DPRD
·      Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat;
·      Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan
·      Hukum
·      Keuangan, Kas Daerah dan Pendapatan Daerah
·      Batas daerah kabupaten/kota; dan
·      Kantor Satuan Polisi Pamong Praja. (atau nomenklatur yang sejenis)
f.     Bidang Pembangunan, meliputi SKPD Kabupaten/Kota yang menangani/membidangi :
·      Administrasi Pembangunan
·      Aset, Perlengkapan dan Barang Daerah
·      Perencanaan Pembangunan/Rencana Tata Ruang Wilayah; dan
·      Kantor Pemadam Kebakaran. (atau nomenklatur yang sejenis)
g.    Bidang Kemasyarakatan, meliputi SKPD Kabupaten/Kota yang menangani/membidangi :
·      Pemberdayaan Masyarakat Desa;
·      Kependudukan dan Catatan Sipil; dan
·      Pemberdayaan Perempuan.




2.10  Tujuan Desentralisasi
a.    Tujuan dari desentralisasi adalah :
·      Mencegah pemusatan keuangan
·      Sebagai usaha pendemokrasian Pemerintah Daerah untuk mengikutsertakan rakyat bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan
·      Penyusunan program-program untuk perbaikan sosial ekonomi pada tingkat local sehingga lebih realistis
b.    Desentralisasi dapat dilakukan melalui empat bentuk kegiatan utama, yaitu:
·      Dekonsentrasi wewenang administratif
Dekonsentrasi berupa pergeseran volume pekerjaan dari departemen pusat kepada perwakilannya yang ada di daerah tanpa adanya penyerahan atau pelimpahan kewenangan untuk mengambil keputusan atau keleluasaan untuk membuat keputusan.
·      Delegasi kepada penguasa otorita
Delegasi adalah pelimpahan pengambilan keputusan dan kewewenangan manajerial untuk melakukan tugas –tugas khusus kepada suatu organisasi yang secara langsung berada di bawah pengawasan pusat.
·      Devolusi kepada pemerintah daerah
Devolusi adalah kondisi dimana pemerintah pusat membentuk unit-unit pemerintahan di luar pemerintah pusat dengan menyerahkan sebagian fungsi-fungsi tertentu kepada unit-unit itu untuk dilaksanakan secara mandiri.
Devolusi adalah bentuk desentralisasi yang lebih ekstensif untuk merujuk pada situasi di mana pemerintah pusat mentransfer kewenangan kepada pemerintah daerah dalam hal pengambilan keputusan , keuangan dan manajemen.
·      Pemindahan fungsi dari pemerintah kepada swasta
Yang di sebut sebagai pemindahan fungsi dari pemerintahan kepada swasta atau privatisasi adalah menyerahkan beberapa otoritas dalam perencanaan dan tanggung jawab admistrasi tertentu kepada organisasi swasta.




2.11     Perbandingan Desentralisasi Dan Sentralisasi
a.    Kelebihan :
v Sentralisasi
1. Keseragaman peraturan
2. Kesederhanaan hukum
3. Pendapatan daerah digunakan ke seluruh wilayah Negara
v Desentralisasi
1. Daerah berkembang sesuai ciri khas daerah
2. Perda di daerah sesuai dengan kebutuhan / sikon
3. Tugas pemerintah pusat lancer dan tidak menumpuk
4. Partisipasi / tanggung jawab masyarakat daerah meningkat
5. Hemat biaya karena sebagian ditanggung daerah
b. Kerugian :
v Sentralisasi
1. Tugas pemerintah pusat menumpuk,  Kebijakan pusat sering tidak sesuai keadaan daerah
2.  Daerah bersifat pasif dan menunggu perintah pusat
3. Aspirasi masyarakat daerah tertutup
4. Keputusan pemerintah pusat sering terlambat
v Desentralisasi
1.    Ketidakseragaman peraturan / kebijakan dan pembangunan
2.12      Pentingnya Sentralisasi dan Desentralisasi
     Dalam praktek kehidupan bernegara, sentralisasi dan desentralisasi adalah sebuah kontinuum. Tidak ada sebuah negara yang secara penuh hanya menggunakan azas sentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja. Beberapa kewenangan klasik memang lazimnya hanya dilakukan secara sentralisasi seperti kewenangan luar negeri, kewenangan pertahanan dan kewenangan peradilan. Meskipun dalam prakteknya juga terdapat azas dekonsentrasi yang merupakan penghalusan dari azas sentralisasi.
Titik temu keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dikaji dalam berbagai aspek, misalnya saja dalam aspek pembagian kewenangan, aspek intervensi pusat terhadap daerah, aspek keterlibatan daerah di tingkat pusat, dan aspek pembagian (perimbangan) sumberdaya keuangan. Sesuai dengan semangat reformasi yang terjadi pada tahun 1998, format penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia juga mengalami perubahan dari pendulum sentralisasi ke pendulum desentralisasi. Hal ini dapat dianalisis misalnya dari format pembagian kewenangan yang berpola residu dan peletakkan lokus otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota. Hal ini dianut secara tajam di dalam UU 22 tahun 1999, dan mengalami pergeseran kembali di dalam UU 32 tahun 2004.
                 Berbagai kewenangan yang semula dimiliki oleh pemerintah pusat dan propinsi diserahkan kepada daerah kabupaten/kota.
Sesuai dengan tujuannnya, maka penguatan otonomi daerah di tingkat kabupaten/kota dimaksudkan untuk meningkatkan demokrasi partisipatif (participatory democracy) dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Dengan kewenangan yang dimiliki, kabupaten/kota dapat menentukan sendiri prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Berbagai Peraturan Daerah yang semula harus disetujui oleh pemerintah pusat terlebih dahulu, dapat ditetapkan oleh Kepala Daerah secara mandiri. Hal yang sama juga terjadi di berbagai perizinan investasi, hal mana daerah dapat menetapkan dan memberikan izin tanpa persetujuan dari pemerintah pusat. Dengan otonomi daerah diharapkan prosedur investasi akan semakin mudah sehingga potensi daerah dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat

BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
a.    Pengertian Sentralisasi dan Desentralisasi
Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.. Sentralisasi banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi daerah. Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia, desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma pemerintahan di Indonesia
b.   Dampak Positif Sentralisasi dan Desentralisasi
v  Segi Ekonomi
Dari segi ekonomi, efek positif yang di berikan oleh sistem sentralisasi ini adalah perekonomian lebih terarah dan teratur karena pada sistem ini hanya pusat saja yang mengatur perekonomian. Sedangkan dampak negatifnya adalah daerah seolah-olah hanya di jadikan sapi perahan saja dan tidak dibiarkan mengatur kebijakan perekonomiannya masing- masing sehingga terjadi pemusatan keuangan pada Pemerintah Pusat
Dari segi ekonomi banyak sekali keuntungan dari penerapan sistem desentralisasi ini dimana pemerintahan daerah akan mudah untuk mengelola sumber daya alam yang dimilikinya, dengan demikian apabila sumber daya alam yang dimiliki telah dikelola secara maksimal maka pendapatan daerah dan pendapatan masyarakat akan meningkat


v  Segi Sosial Budaya
Dengan di laksanakannya sistem sentralisasi ini, perbedaan-perbadaan kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia dapat di persatukan.Sehingga, setiap daerah tidak saling menonjolkan kebudayaan masing-masing dan lebih menguatkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang di miliki bangsa Indonesia
Dengan diadakannya desentralisasi, akan memperkuat ikatan sosial budaya pada suatu daerah. Karena dengan diterapkannya sistem desentralisasi ini pemerintahan daerah akan dengan mudah untuk mengembangkan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah tersebut. Bahkan kebudayaan tersebut dapat dikembangkan dan di perkenalkan kepada daerah lain. Yang nantinya merupakan salah satu potensi daerah tersebut
v  Segi Keamanan dan Politik
Dampak positif yang dirasakan dalam penerapan sentralisasi ini adalah keamanan lebih terjamin karena pada masa di terapkannya sistem ini, jarang terjadi konflik antar daerah yang dapat mengganggu stabilitas keamanan nasional Indonesia. Tetapi, sentralisasi juga membawa dampak negatif dibidang ini. Seperti menonjolnya organisasi-organisasi kemiliteran. Sehingga, organisasi-organisasi militer tersebut mempunyai hak yang lebih daripada organisasi lain. Dampak positif yang dirasakan di bidang politik sebagai hasil penerapan sistem sentralisasi adalah pemerintah daerah tidak harus pusing-pusing pada permasalahan yang timbul akibat perbedaan pengambilan keputusan, karena seluluh keputusan dan kebijakan dikoordinir seluruhnya oleh pemerintah pusat. Sehingga keputusan yang dihasilkan dapat terlaksana secara maksimal karena pemerintah daerah hanya menerima saja.
Dengan diadakannya desentralisasi merupakan suatu upaya untuk mempertahankan kesatuan Negara Indonesia, karena dengan diterapkannya kebijaksanaan ini akan bisa meredam daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dengan NKRI, (daerah-daerah yang merasa kurang puas dengan sistem atau apa saja yang menyangkut NKRI). Tetapi disatu sisi desentralisasi berpotensi menyulut konflik antar daerah


c.    Pentingnya Sentralisasi dan Desentralisasi
                    Dalam praktek kehidupan bernegara, sentralisasi dan desentralisasi adalah sebuah kontinuum. Tidak ada sebuah negara yang secara penuh hanya menggunakan azas sentralisasi saja dalam penyelenggaraan pemerintahannya. Sebaliknya juga tidak mungkin penyelenggaraan pemerintahan hanya didasarkan pada azas desentralisasi saja. Beberapa kewenangan klasik memang lazimnya hanya dilakukan secara sentralisasi seperti kewenangan luar negeri, kewenangan pertahanan dan kewenangan peradilan. Meskipun dalam prakteknya juga terdapat azas dekonsentrasi yang merupakan penghalusan dari azas sentralisasi.
Titik temu keseimbangan antara sentralisasi dan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dapat dikaji dalam berbagai aspek, misalnya saja dalam aspek pembagian kewenangan, aspek intervensi pusat terhadap daerah, aspek keterlibatan daerah di tingkat pusat, dan aspek pembagian (perimbangan) sumberdaya keuangan. Sesuai dengan semangat reformasi yang terjadi pada tahun 1998, format penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia juga mengalami perubahan dari pendulum sentralisasi ke pendulum desentralisasi. Hal ini dapat dianalisis misalnya dari format pembagian kewenangan yang berpola residu dan peletakkan lokus otonomi daerah pada tingkat kabupaten/kota.
3.2  Saran
Dalam penyusunan makalah ini penulis memiliki banyak kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar menjadi lebih baik. Akhirnya penulis serahakan semua ini kepada Allah semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.








DAFTAR PUSTAKA


Dimock, E. Marshall. Administrasi Negara. Erlangga : Jakarta.
Http://www.organisasi.org
Http://majidbsz.wordpress.com
Http://www.kompas.com
Kansil, C.S.T . Sistem Pemerintahan Indonesia. PT Bumi Aksara : Jakarta. 2005
Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil.. Pemerintahan Daerah Indonesia. Sinar Grafika : Jakarta. 2002
MaCandrews, Colin dan Ichlasul Amal.. Hubungan Pusat Daerah dalam pembangunan. PT Rajagrafindo Persada : Jakarta 1993
Mulyasa, E. Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. 2002
Ndraha, Talizidu. Metodologi Pemerintahan Indonesia. Bina Aksara : Jakarta 1988
Rodee, Clyner Carlton. Pengantar Ilmu Politik. PT Rajagrafindo Persada : Jakarta 2000
Tjokroamidjojo, Bintoro.  Pengantar Administrasi Pembangunan. LP3ES : Jakarta 1990
Usman, Husaini. Manajemen: Teori Praktik, dan Riset Pendidikan Edisi 3. Jakarta: Bumi Aksara. 2009
Www.Tempointeraktif.Com
Www.Sinarharapan.Co.Id